Oleh: Gindha Ansori Wayka
Setelah sekian lama terjadi pro kontra dalam menerjemahkan tafsir terselubung dari Undang-Undang sebelumnya terkait Sistem Keolahragaan Nasional yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 terutama terkait dengan Ketentuan Pasal tentang Larangan Pejabat Publik dan Pejabat Struktural menjadi Pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), kini tafsir itu kian nyata setelah diundangkannya Undang-Undang sistem Keolahragaan yang baru yakni berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022.
Pada ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 menjelaskan bahwa Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik. Hal inilah yang menjadi pemantik pro kontra selama ini di tengah masyarakat terkait Kepengurusan KONI yang berlatarbelakang sosok yang menjabat sedang menduduki jabatan secara publik dan struktural.
Di dalam prakteknya meskipun sebelumnya dilarang oleh beberapa ketentuan saat berlakunya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tidak menyurutkan beberapa pihak yang menduduki jabatan publik dan struktural untuk mentaatinya, padahal jabatan Pengurus KONI dari unsur Pejabat Publik dan Pejabat Sruktural nyata dan tegas dilarang.
Di Lampung misalnya, Mantan Gubernur Lampung MRF pernah di gugat oleh Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas I A pada tahun 2016 karena menjabat sebagai Ketua KONI Provinsi Lampung pada saat itu. Selain itu, saat regulasi ini digaungkan sebagai dasar hukum terkait Sistem Keolahragaan Nasional banyak juga pejabat publik dan pejabat struktural yang diduga melanggar diantara Walikota Bandar Lampung, Bupati Tanggamus dan lain-lain.
Menurut Aturan pada saat itu, Gubernur Lampung MRF sebagai Ketua Umum KONI Lampung telah menabrak sejumlah aturan, yakni seperti Pasal 40 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Kemudian, Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 800/148/sj 2012 yang menegaskan kepala daerah tingkat I dan II, pejabat publik, wakil rakyat, hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS), dilarang rangkap jabatan dalam organisasi olahraga, seperti KONI dan PSSI, serta kepengurusan klub sepak bola profesional atau amatir.
Selain itu, rangkap jabatan ini telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaran Keolahragaan.
Pada saat perhelatan pemilihan Ketua Umum KONI Lampung tahun 2019, KPKAD Lampung juga telah memberikan masukan kepada Gubernur Lampung Arinal Djunaidi agar tidak menjadi Ketua Umum KONI Provinsi Lampung saat itu karena melanggar beberapa aturan, sehingga terpilih sebagai Ketua Umum KONI Provinsi Lampung saat itu yakni Prof. Dr. Ir. Muhammad Yusuf Sulfarano Barusman, MBA.
Sikap Gubernur Arinal Djunaidi yang tidak mencalonkan diri sebagai Ketua Umum KONI Provinsi Lampung saat itu dengan alasan untuk menghindari konflik interest karena sedang menduduki jabatan Gubernur Lampung, disamping itu Gubernur Arinal Djunaidi sebagai bagian dari pemerintah harus tetap taat asas dan taat hukum.
Kondisi larangan bagi Pejabat Publik dan Pejabat Sruktural di atas dengan serta merta berubah saat diterbitkan dan diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang baru. Perubahan mendasar adalah terkait siapa yang diperkenankan atau diperbolehkan aturan tersebut untuk menjabat sebagai Pengurus KONI.
Ketentuan hukum yang baru ini sangat berbeda dan berubah drastis apabila dibandingkan dengan regulasi sebelumnya yakni dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005.
Perubahan ini nampak jelas di dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 yang menjelaskan Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga nasional di provinsi, dan komite olahraga nasional di kabupaten/kota bersifat mandiri, memiliki kompetensi di bidang Keolahragaan, dan dipilih oleh Masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 41 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 telah memangkas ketentuan larangan bagi pejabat publik dan pejabat struktural menduduki jabatan sebagai Ketua KONI, oleh karena di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tidak melarang pejabat publik dan pejabat struktural untuk menduduki jabatan ketua atau pengurus KONI.
Dengan demikian oleh karena Undang-Undangnya sudah berubah, maka dipastikan Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 800/148/sj 2012 dan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaran Keolahragaan akan dilakukan revisi atau perubahan menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang baru dan sudah berlaku sebagai payung hukumnya.
Dengan kondisi perubahan hukum ini, maka banyak Pihak yang mendukung Gubernur Lampung Arinal Djunaidi untuk menjadi Ketua Umum KONI Provinsi Lampung mendatang. Hal ini disebabkan karena tidak ada lagi aturan yang melarang Pejabat Publik dan Pejabat Struktural dalam menduduki jabatan sebagai Ketua atau Pengurus KONI, sehingga Gubernur Lampung Arinal Djunaidi memiliki kesempatan yang luas berdasarkan aturan hukum untuk menduduki jabatan Ketua Umum KONI Provinsi Lampung tersebut.
Kondisi ini merupakan “perkenan” dari ketentuan sebuah Undang-Undang dan diyakini bahwa Gubernur Lampung Arinal Djunaidi tidak melanggar hukum sama sekali untuk saat ini dalam upaya dan usaha memajukan olahraga Lampung melalui jabatan Ketua Umum KONI Provinsi Lampung.
Penulis:
Direktur Kantor Hukum (LAW FIRM) GAW-TU
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Cinta Kasih (LBH CIKA)
Dan Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Provinsi Lampung