Bandarlampung,-Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia (RI) menggelar Seminar Kepastian Hukum Anak Berkewarganegaraan Ganda Terbatas di Indonesia di Hotel Horison, Kita Bandarlampung, Rabu (24/4/2024).
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Lampung, Sorta Delima Lumban Tobing diwakili Kadiv Pelayanan Hukum dan HAM, Agvirta Armilia Sativa, dalam sambutannya memaparkan, seminar Yankumham Lampung, mengangkat isu “Anak Berkewarganegaraan Ganda Terbatas” dilatarbelakangi oleh permohonan konsultasi dari beberapa orang masyarakat pelaku perkawinan campur di Provinsi Lampung mengenai status kewarganegaraan dari anak yang merupakan hasil dari perkawinan campur.
Hak kewarganegaraan merupakan salah satu hak yang dijamin oleh Konstitusi. Dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa yang menjadi warga negara ialah orang- orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara. Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditentukan bahwa hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang. Kemudian dalam Pasal 28D ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menegaskan bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
“Sebagai hak konstitusi, maka negara wajib dan bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak warganegaranya,” paparnya.
Sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022.
Dijelaskannya lagi, berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, anak hasil dari perkawinan campur (ayah/ibu WNA), anak yang dilahirkan di negara asing dan anak WNI yang diangkat oleh WNA (dibawah 5 tahun dengan penetapan pengadilan) memiliki kewarganegaraan ganda.
Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, disebutkan bahwa Anak Berkewarganegaraan Ganda (ABG), setelah berusia 18 tahun atau sudah menikah harus memilih kewarganegaraan karena Indonesia menganut kewarganegaraan tunggal.
Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.
“Bagi ABG yang tidak memilih, maka akan dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraannya sebagai WNI.
Namun, PP Nomor 21 Tahun 2022 memberikan kesempatan bagi yang sudah terlanjur ‘asing’ tersebut kembali menjadi WNI,” ujarnya.
Berdasarkan Pasal 3A Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2022, bagi ABG yang sudah mendaftar atau belum mendaftar kewarganegaraan Indonesia dapat mengajukan permohonan pewarganegaraan paling lambat 2 tahun sejak berlakunya PP tersebut, sehingga akan segera berakhir pada tanggal 31 Mei 2024.
Selain memberikan kesempatan bagi ABG yang sudah menjadi asing. PP ini juga memiliki beberapa keistimewaan dan kelebihan. Pertama, biaya lebih murah yaitu PNBP yang perlu dibayarkan hanya Rp 5 juta (PNBP yang dikenakan pada naturalisasi murni sebesar Rp 50 juta). Kedua, persyaratan pembuatan surat keterangan imigrasi (SKIM) dipermudah. Ketiga, pengurusannya akan lebih diprioritaskan oleh Kantor Wilayah Kemenkumham di seluruh Indonesia.
“Keistimewaan dari kebijakan tersebut perlu untuk dipahami dan diseminasikan kepada masyarakat luas mengingat batas jangka waktu pemberlakuan yang sudah semakin dekat,” jelas dia lagi.
Selain itu, masyarakat juga perlu memahami konsekuensi setelah berakhirnya kebijakan tersebut. Oleh karena itu, kebijakan terkait status kewarganegaraan Anak Berkewarganegaraan Ganda (ABG) serta tantangan-tantangan yang dihadapi oleh ABG terbatas.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Lampung seperti Kabupaten Pesisir Barat yang menjadi domisili WNA sehingga potensi perkawinan dengan WNI cukup tinggi.
Oleh karena itu, perlu memperoleh pemahaman mengenai status kewarganegaraan ABG terbatas.
“Kami meminta kepada Bapak/Ibu perwakilan dari Disdukcapil dan Kemenag untuk dapat turut serta menginformasikan mengenai kebijakan ketentuan Pasal 3A Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2022 kepada masyarakat,” pesannya.
Selain itu, melalui Diseminasi yang digelar diharapkan dapat meningkatkan sinergitas dalam memberikan pelayanan publik di bidang kewarganegaraan guna memenuhi hak-hak warga negara.
“Serta dapat memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat di wilayah Provinsi Lampung,” pungkasnya. (*)